Sejarah
Arkeologi Maritim Ditinjau dari perkembangan perahu di Indonesia
A. Latar
Belakang Masalah.
Indonesia
merupakan Negara yang terkenal dengan negara maritim karena wilayah indonesia
lebih dari separuhnya adalah wilayah perairan. Selain itu indonesia jug
terkenal sebagai negara seribu pulau karena negara indonesia memiliki banyak
pulau-pulau yang berjajar dari Sabang sampai Merauke. Dalam perjalanan sejarah
bangsa Indonesia tentunya tidak pernah lepas dari perkembangan teknologi
pelayaran, dalam hal ini mengkaji mengenai teknologi perahu yang merupakan saah
satu hasil budaya bahari yang sejak lama telah memegang peranan penting dalam
perkembangan sejarah Indonesia.
Perkembangan
perahu di Nusantara terjadi sejak masa prasejarah yang telah memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia di dunia termasuk Nusantara. Perahu selain memiliki fungsi
sosial ekonomi sebagai alat transportasi air, untuk berkomunikasi antar
masyarakat, perdagangan dan sarana mencari ikan, perahu juga berkaitan erat
dengan religi masyarakat pendukungnya yang mendiami pulau-pulau di Nusantara.
Berdasarkan data dan bukti-bukti yang menunjukkan adanya perkembangan perahu di
Nusantara memang belum banyak dikaji, sehingga dalam penjelasan yang lebih
kongkret mengenai perkembangan sejarah maritim di Nusantara belum banyak
peneliti yang mendeskripsikannya.
Dalam perkembangannya perahu di Nusantara memilki
beberapa karakteristik model dan bentuk perahu yang didasari oleh fungsi dan
kegunaannya. Bentuk perahu yang ada di Nusantara memiliki perbedaan baik dari
segi bentuk dan teknologi yang telah dipakai dalam pembuatan perahu. Perbedaan
perahu yang terdapat di nusantara didasari oleh faktor alam dan faktor manusia
itu sendiri Dalam penulisan makalah ini akan dijelaskan mengenai perkembagan
perahu berdasarkan periodisasinya dimulai dari zaman prasejarah kemudian
berlanjut pada masa kerajaan Hindu-Budha. Dalam hal ini penulis akan mencoba
mengemukakan materi penjelasan mengenai perkembangan teknologi maupun
periodisasi penggunaan perahu dalam kehiduapan masyarakat di Nusantara.
- Rumusan
Masalah.
1.
Bagaimana perkembangan perahu pada masa
Prasejarah di Nusantara?
2.
Bagaimana perkembangan perahu pada masa
kerajaan di Nusantara ?
- Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui perkembangan perahu
pada masa Prasejarah di Nusantara.
2.
Untuk mengetahui perkembangan perahu pada
masa kerajaan di Nusantara.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perahu pada masa
Prasejarah.
Menurut
catatan prasejarah, asal mula transportasi air melalui penyebrangan sungai sudah
dilakukan sejak zaman Paleolitik atau zaman batu yang merupakan zaman purba
ketika manusia masih mennggunakan peralatan batu. Kemudian berkembang pada
zaman Neolitik yang sudah menggunakan peralatan batu cetakan halus.
Transportasi laut yang mula-mula muncul adalah coracle yang dikenal di Inggris, dengan bentuk seperti mangkuk
bulat telur yang terbuat dari kerangka kayu yang dilapisi denan kulit binatang
yang kemudian berkembang menjadi kano.
Perahu
jenis kano mulai berkembang di Nusantara dan berawal pada zaman Neolitik. Perkembangan
kano mulai diadaptasikan dan dibuat oleh manusia pada zaman itu dengan
peralatan seadanya. Mengenai cara pembuatannnya akan dijelaskan lebih rinci
dalam pernyataan dibawah ini.
“Perkembangan
Kano di Nusantara sudah dikenal manusia pada masa Neolitik, dimana pada cara
pembuatannya manusia pada zaman itu menggunakan batang pohon yang telah
ditumbangkan kemudian dipotong dengan peralatan batu, ukuran potongan
disesuaikan dengan ukuran perahu yang akan dibuat, kemudian kulit-kulit pohon
dikelupas dengan menggunakan peralatan beliung dan belicung. Sedangkan untuk
membuat rongga lubang, batang dibakar sambil dihaluskan menggunakan beliung dan
belicung” (Pramono, 2005:103).
Perahu
jenis kano yang telah dikenal oleh manusia pada masa Neolitik tersebut dikenal
dengan nama dugout-kano. Perahu
semacam ini telah banyak berkembang di kepulauan Nusantara yang sering
digunakan untuk penyeberangan sungai di Jawa. Dalam perkembangannya, perahu
kano kemudian diberi cadik yang berfungsi sebagai penahan dari ancaman ombak di
laut. Perahu kano bercadik dapat dibedakan menjadi 2 yakni perahu kano yang memiliki cadik tunggal dan
perahu kano yang memiliki cadik ganda yang ditempatkan di dalam kedua sisi
perahu. Persebaran jenis perahu bercadik tunggal dapat kita temui di perairan
laut Papua Irian, sedangkan untuk jenis perahu kano bercadik ganda telah
berkembang di sepanjang pesisir utara Jawa.
B.
Perkembangan
Perahu pada Masa Kerajaan di Nusantara
Perkembangan
teknologi maritim di Nusantara tidak hanya berhenti sampai pada masa Neolitik
saja, akan tetapi perkembangan teknologi transportasi laut berkembagn pesat
pada awal masa Hindu-Budha di Nusantara. Salah satu bukti terkuat yang
menggambarkan perahu tradisional Nusantara pada masa Hindu – Budha adalah
relief-relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur. Bentuk-bentuk perahu yang
terdapat pada relief-relief candi Borobudur antara lain
- Perahu-perahu besar dengan
layar lebar yang dapat memuat barang dagangan sampai ratusan ton dan
penumpang sekitar dua ratus orang.
- Perahu-perahu kecil tanpa
cadik atau yang disebut juga dengan perahu jukung, perahu lesung, perahu
bertiang tunggal dengan cadik, perahu bertiang tunggal tanpa cadik, perahu
dayung tanpa tiang, serta perahu bertiang ganda dengan cadik.
Perkembangan
bentuk perahu tradisional Nusantara pada masa ini banyak dipengaruhi dari
perahu Jung (layar lebar) dari Cina. Datangnya perahu-perahu Jung dari Cina,
teknologi perahu Nusantara tidak hanya menggunakan cadik dan berbentuk
sederhana, tapi juga menggunakan layar lebar. Perkembangan selanjutnya perahu
yang berada di Nusantara memiliki banyak perbedaan yakni untuk perahu yang
digunakan pada masa kerajaan Sriwijaya. Jenis
perahu lainnya dari masa Sriwijaya adalah perahu lesung, yaitu perahu yang
terbuat dari satu balok kayu besar dan panjang yang dilubangi di bagian
tengahnya. Jennis-jenis perahu lesung dari masa kerajaan ini antara lain :
perahu lesung yang sangat sederhana, perahu lesung yang dipertinggi dengan
cadik, dan perahu lesung yang dipertinggi tanpa cadik. Perahu-perahu ini ada
yang dilengkapi dengan tiang tunggal dan ada pula yang dilengkapi dengan tiang
ganda (https://artshangkala.wordpress.com/2010/10/22/perahu-perahu-di-masa-kerajaan-nusantara).
Perkembangan
perahu pada masa kerajaan Sriwijaya sangat pesat. Hal ini dibuktikan bahwa
kerajaan Sriwijaya pernah menjadi salah satu kerajaan yang menguasai lautan dan
merupakan negara maritim yang disegani pada abad 7M (Reid, 2011:25). Perahu ada
masa kerajaan Sriwijaya banyak digunakan sebagai alat trasnportasi laut dan
digunakan untuk menagkap ikan di lautan, perahu lesung yang digunakan oleh
masyarakat Sriwijaya merupakan sala satu perahu yang dapat dikatakan memiliki
teknologi tinggi, karena jenis perahu lesung yang digunakan sudah mampu
menjelajahi perairan di sekitar Sumatra dan Kalimantan. Pusat perekonomian
kerajaan Sriwijaya berada pada sentral perdagangan yang memanfaatkan laut
sebagai penggerak laju ekonomi kerajaayan Sriwijaya, sehingga menjadikan perahu
sebagai salah satu alat trasportasi yang memiliki penanan penting bagi kemajuan
kerajaan Sriwijaya, selain itu perahu juga digunakan sebagai alat untuk
mengangkut para prajurit Sriwijaya dalam upaya melakukan penaklukan
daerah-daerah sekitar untuk memperluas kekuasaan kerajaan Sriwijaya.
Selain
pada masa kerajaan Sriwijaya yang umunya masyarakatnya sudah mengenal teknik
pembuatan perahu yang dapat dgunakan sebagai alat transportasi laut, kerajaan
Majapahit juga merupakan sebuah kerajaan besar pada abad 13-15 Masehi yang
hampir menguasai hampir seluruh Nusantara dan beberapa daerah di luar Indonesia
serta memiliki perdagangan dan pelayaran yang begitu maju.
Perahu-perahu
jung pada masa Majapahit ini memiliki berbagai ukuran mulai dari kecil hingga
besar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perjalanan yang ditempuh.
Perjalanan mencari rempah-rempah ke daerah Ambon, Sumbawa, Flores dan
lain-lain, perahu yang digunakan adalah perahu Jung besar dengan bobot ratusan
ton. Sedangkan pelayaran dalam wilayah sekitar pulau Jawa menggunakan perahu
jung kecil atau perahu jungkung.
Dalam
berbagai catatan melayu yang telah ditemukan dalam berbagai sumber tertulis,
dapat dijelaskan tentang perkembangan teknologi pelayaran kerajaan Majapahit
yang sangat tekenal akan kekuatan maritimnya, seperti yang dijelaskan oleh
Nugroho (2011:283) yang menyebutkan bahwa setiap negara rata-rata memiliki
100-200 perahu dengan berbagai tipe dalam setiap ekspedisi, untuk ukuran
pedagang kaya hanya memiliki 40 perahu, berbeda dengan Majapahit yang dalam
satu ekspedisi mengerahkan hingga 2800 perahu. Dari pernyataan tersebut dapat
diketahui bahwa armada laut kerajaan Majapahit sudah dapat dikatakan maju dan
tergolong sebagai kerajaan yang menguasai wilayah maritim Nusantara
Arkeologi
dan teknologi pembangunan perahu nusantara
Upaya
perekonstruksian peristiwa masa lalu serta uraian sejarahnya, didasarkan atas
sumber informasi yang berupa bukti peninggalan peristiwa itu sendiri. Wujudnya
dapat berupa dokumen tertulis maupun sisa benda budaya. Informasi dari data
yang diperoleh melalui kegiatan arkeologi maritim selama ini, secara garis
besar memperlihatkan bahwa teknologi pembangunan perahu nusantara (di luar
jenis yang disebut dengan dug-out canoe atau perahu lesung, yang dibuat hanya
dari sebatang pohon saja) menggunakan a. teknik Ikat; b. teknik gabungan ikat
dan pasak; c. teknik pasak; serta d. teknik lain. Patut dicatat pula bahwa
pengelompokkan teknologi pembangunan perahu ini dapat dikaitkan dengan aspek
kronologinya.
1. Teknik ikat
Teknik
ikat rnurni memang belum dijumpai bukti arkeologisnya. Hasil penelitian
terbatas atas data yang menginformasikan keberadaan pemanfaatan teknik ikat
yang bercampur dengan pemanfaatan pasak, namun teknik ikatnya sendiri tetap
mendominasi pembentukan badan perahu. Bangkai perahu di situs Kuala Pontian
adalah contohnya. Sementara catatan etnografis membantu pengenalan teknologi
tua tadi seperti yang masih terlihat pada perahu penangkap ikan paus (peledang)
di Pulau Lembata (Lomblen), Nusa Tenggara Timur; maupun perahu berteknik ikat
di Pulau Hainan (Vietnam) dan Pilipina.
2. Teknik gabungan ikat
dan pasak
Bukti
yang diperoleh dari beberapa situs bangkai perahu di Sumatera Selatan
(Sambirejo; Kolam Pinisi; Tulung Selapan; TPKS Karanganyar) memperlihatkan
bahwa teknik ikat makin bergeser perannya oleh kehadiran pasak kayu. Ini
tercerrnin dengan semakin dekatnya jarak antara lubang-lubang untuk memasukkan
pasak kayu tersebut pada tepian papan-papannya. Artinya pasak kayu tidak lagi
berfungsi hanya sebagai sarana pembantu memperkokoh sambungan tetapi justru
merupakan bagian yang dominan dalam teknik pembangunan perahu tersebut. Secara
kronologis, inilah tipe perahu dari antara abad ke-5 hingga abad ke-8.
Berkaitan dengan itu, kita juga dapat mengatakan bahwa upaya pengenalan akan
model perahu yang digunakan pada zaman Sriwijaya tampaknya layak mengacu ke
sana (Koestoro,1993).
3. Teknik Pasak
Walaupun
bukti arkeologisnya belum dijumpai, sumber Portugis abad ke-16 mendeskripsikan
tentang jung berteknik pasak berkapasitas hingga 500 ton. Dalam perahu yang
bertradisi Asia Tenggara itu tidak dikenal pemakaian simpul tali atau paku.
Pemanfaatan teknik pasak demikian itu terus berlanjut hingga beberapa waktu berselang,
sebagaimana terlihat dalam pembangunan perahu pinisi di Sulawesi dan lete di
Madura.
4 . Teknik Lain
Selain
yang telah disebut di atas, dikenal pula adanya teknik lain dalam pembangunan
perahu, yakni teknik jahit dan teknik paku. Kedua ,jenis teknik tersebut sampai
saat ini masih dapat dijumpai, yakni di sekitar Samudera Hindia dan di Cina
(Utara). Sayang sekali belum ada penemuan atas situs-situs bangkai perahu yang
memanfatkan teknik pembangunan yang demikian di nusantara.
Daftar
Rujukan
https://artshangkala.wordpress.com/2010/10/22/perahu-perahu-di-masa-kerajaan-nusantara.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2014.
Koestoro, Lucas Partanda, 1993. Tinggalan Perahu di Sumatera Selatan Perahu Sriwijaya. Palembang:
Pemda Dati I Sumatera Selatan
Nugroho, D. 2011. Majapahit Kerajaan Maritim. Jakarta: Yayasan Suluh Nusantara
Bhakti.
Pramono, D. 2005. Budaya Bahari. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Reid, A. 2011. Menuju Sejarah Sumatra Antara Indonesia
dan Dunia.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar