PERANAN B.J HABIBIE DALAM PELEPASAN
TIMOR-TIMOR
Presiden Habbibie pada waktu
itu menyiapkan opsi jajak pendapat di timor timur dan presiden B.J habibie
memberikan 3 opsi. Di bawah proposal Habibie pemerintah di
Jakarta bertanggung jawab hanya untuk kebijaksanaan luar negeri, menjaga musuh
dari penyerbuan oleh negeri asing, dan masalah keuangan. Proposal Habibie
merupakan otonomi luas di mana Jakarta bertanggung jawab untuk hanya tiga (3)
bidang; urusan hubungan luar negeri, pertahanan terhadap luar, dan aspek
kebijaksanaan moneter dan fiskil. Dalam bulan Agustus Sekretaris Jenderal PBB
Kofi Annan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia dan Portugal bertemu untuk
pembicaraan mendalam mengenai masa depan Timor Timur. Akan tetapi kedua pihak
masih mengalami perbedaan pendapat. Indonesia menganggap pelaksanaan otonomi
luas di Timor Timur sebagai penyelesaian akhir masalah sementara Portugal
melihat otonomi luas sebagai langkah pertama dalam proses kemerdekaan Timor
Timur. (Habibie,
Bacharuddin Jusuf: 2006)
Menurut presiden Habibie
setelah selama 24 tahun indonesia memberikan bantuan berupa pembangunan di Timor-
Timur dan berbagai upaya diplomatik
untuk menyelesaikan konflik telah dilaksnakan untuk menyelesaikan
masalah yang ada di timtim tanpa menghasilkan sesuatu yang berarti, bahkan
mendapat berbagai tekanan daru pihak internasional, maka wajar jika pemerintahan
habibie kemudian meyerahkan masalah ini kepada pihak PBB. Presiden B.J Habibie
mengadakan perundingan dialog segitiga antara Portugal, Indonesia dan pihak PBB
( Makmur,2008:347). Pemerintah indonesia juga memberikan alternatif khusus
terhadap Timtim yakni dengan memberikan otonomi khusus. Kemudian pada tanggal 12 maret 1999, terjadi
lagi perundingan yang menghasilkan naskah kesepakaan Indonesia dan Portugal
untuk mengadakan pemungutan suara langsung atau jajak pendapat dengan sponsor
untuk mengetahui keinginan rakyat Timtim . kesepakatan ini diumumkan didalam
markas PBB di New York, dengan syarat pemungutan suara dilakukan dengan
demokratis dan referendum.
Dalam bukunya “The true life of Habibie: cerita di balik kesuksesan” karangan A. Makmur Makka tahun 2008 disebutkan bahwa presiden Habibie meyatakan jika rakyat timur-timur memilih alternatif ekonomi maka rakyat timur tidak punya hak untuk memaksa pemerintah indonesia menyiapkan kemerdekaan, dilain itu pemerintah juga tidak akan menggunakan istilah referendum dalam proses perundingan. Akan tetapi pertemuan terahkir dalam New York, antara tanggal 21 dan 23 April 1999 menyusun perjanjian tentang masa depan Timor Timur. Perjanjian in ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1999 (lihat Lampiran 2). Ada dua pasal yang sangat penting; Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 menyatakan jika proposal diterima ‘pihak Indonesia harus memulai tindakan konstitutional yang diperlukan untuk implementasi kerangka kerja otonomi’. Lagi pula pihak Portugal juga harus memulai proses ‘yang perlu untuk menghapus Timor Lorosae dari daftar Teritorial yang tidak berada di bawah pemerintahan sendiri dari Majelis Umum PBB, dengan demikian mencabut masalah Timor Lorosae dari agenda internasional’. Pasal 6 menetapkan bahwa jika otonomi ditolak Indonesia harus memulai tindakan konstitutional untuk mengakhiri kaitannya dengan Timor Leste. Indonesia dan Portugal, serta Sekretaris Jenderal PBB menyetujui cara untuk pengalihan kekuasaan yang damai. Selanjutnya Perjanjian 5 Mei menetapkan bahwa Indonesia bertanggungjawab untuk keamanan Timor Timur karena PBB tidak memaui mengambil alih jajak pendapat karena keamanan stafnya tidak bisa dijamin. Menurut rencana jajak pendapat terjadi 30 Augustus 1999.
Dalam bukunya “The true life of Habibie: cerita di balik kesuksesan” karangan A. Makmur Makka tahun 2008 disebutkan bahwa presiden Habibie meyatakan jika rakyat timur-timur memilih alternatif ekonomi maka rakyat timur tidak punya hak untuk memaksa pemerintah indonesia menyiapkan kemerdekaan, dilain itu pemerintah juga tidak akan menggunakan istilah referendum dalam proses perundingan. Akan tetapi pertemuan terahkir dalam New York, antara tanggal 21 dan 23 April 1999 menyusun perjanjian tentang masa depan Timor Timur. Perjanjian in ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1999 (lihat Lampiran 2). Ada dua pasal yang sangat penting; Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 menyatakan jika proposal diterima ‘pihak Indonesia harus memulai tindakan konstitutional yang diperlukan untuk implementasi kerangka kerja otonomi’. Lagi pula pihak Portugal juga harus memulai proses ‘yang perlu untuk menghapus Timor Lorosae dari daftar Teritorial yang tidak berada di bawah pemerintahan sendiri dari Majelis Umum PBB, dengan demikian mencabut masalah Timor Lorosae dari agenda internasional’. Pasal 6 menetapkan bahwa jika otonomi ditolak Indonesia harus memulai tindakan konstitutional untuk mengakhiri kaitannya dengan Timor Leste. Indonesia dan Portugal, serta Sekretaris Jenderal PBB menyetujui cara untuk pengalihan kekuasaan yang damai. Selanjutnya Perjanjian 5 Mei menetapkan bahwa Indonesia bertanggungjawab untuk keamanan Timor Timur karena PBB tidak memaui mengambil alih jajak pendapat karena keamanan stafnya tidak bisa dijamin. Menurut rencana jajak pendapat terjadi 30 Augustus 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar